Menangkal Superioritas COVID-19 Melalui Informasi Optimisme

Pendaftaran Program Reguler, Jalur Reguler 1 Gelombang 1, D3 D4 S1 IIK Bhakta T.A. 2024 - 2025 Daftar Sekarang

Telah dibuka Program Kelas Karyawan (Kategori RPL, Progsus dan Alih Jenjang) TA 2024-2025Info Selengkapnya

 
 

Menangkal Superioritas COVID-19 Melalui Informasi Optimisme

20 May 2020 16:21 by Rizki Aprilia


Previous Next
 

Oleh: Forman Novrindo Sidjabat, S. KM., M. Epid. (Pengajar Epidemiologi Prodi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan IIK BW)

 

Pendidikan kesehatan masyarakat harus didasarkan pada bukti ilmiah untuk mengurangi kecemasan dan kesulitan yang disebabkan oleh kesalahan informasi. Secara khusus, temuan epidemiologis perlu dilaporkan dan dijelaskan Pemerintah, serta disiarkan media secara tepat waktu dan obyektif kepada layanan kesehatan dan masyarakat sehingga dapat dinilai dan ditafsirkan secara akurat.

Informasi Optimisme

Informasi yang salah  menyebabkan kepanikan di kalangan masyarakat umum dan membuat tata laksana pengendalian epidemi ini tidak kondusif. Media sangat berperan penting untuk melakukan penyebaran isu secara masif, maka dikondisi dengan kasus COVID-19 yang kian memuncak ini media tidak lagi memasang headline dengan kalimat menyeramkan atau provokatif mengenai COVID19. Melainkan dengan menggunakan kalimat afirmatif positif, dengan demikian  diharapkan ketakutan dan kepanikan masyarakat dapat diredam.

Sering kali ketakutkan yang terjadi akibat ketidaktahuan mengenai apa yang ditakuti. Banyak masyarakat yang hanya mendapatkan sebaran informasi media sosial yang cenderung menggunakan kalimat menyeramkan untuk menarik ‘klik’ pembaca, sayangnya sesaat setelah membaca judul masyarakat cenderung segera menarik kesimpulan dan mudah unuk mengasosiasikan ketakutan itu pada orang lain. Belajar dari Cina yang kemudian melakukan tindakan kontrol dan perbaikan narasi media terkait pemberitaan COVID-19 kala itu sehingga meningkatkan optimisme dan solidaritas antar masyarakat.

Promosi Kesehatan

Menyikapi kebijakan PSBB yang ditetapkan Pemerintah maka salah satu praktik pencegahan penyakit pada level masayarakat sehat ialah Promosi Kesehatan. Promosi Kesehatan yang berfokus pada pendidikan kesehatan agar setiap orang dapat mengupayakan kesehatan pribadi dan komunitas, serta berperan untuk mempertahankan orang sehat dan mengurangi jumlah kasus baru. Jika media dapat membantu melakukan praktek Promosi Kesehatan dengan menampilkan COVID-19 akan lebih mudah dipahami dan tidak begitu menakutkan. Untuk itu diperlukan kehati-hatian dalam penggunaan bahasa pada Promosi Kesehatan agar mengurangi stigma negative yang terbentuk dimasyarakat.

Penggiringan Opini

Stigma negative sudah terbukti dapat merusak kohesi sosial dan menghasilkan ketakutan masyarakat untuk melibatkan diri pada proses pengendalian COVID-19. Jika seseorang menyembunyikan riwayat perjalanan, riwayat kontak, bahkan mengabaikan gejala yang dirasakan untuk menghindari diskriminasi, sehingga enggan mencari pengobatan, mengikuti rapid test, pengujian dan karantina maka akan berakibat dapat menularkan pada orang banyak lainnya. Di sisi lain penggunaan istilah yang tidak tepat akan menggiring opini masyarakat lain bahwa orang dengan COVID-19 telah melakukan kesalahan dan harus dihindari sejauh mungkin, hal ini selain menghasilkan stigma negative juga merusak empati sosial yang berakibat pada enggannya masyarakat untuk terlibat pada pemantauan dan perawatan dilingkungan ODP.

Banyak kasus penolakan ODP, tenaga medis yang menangani COVID 19 dianggap meresahkan, bahkan paling parah adalah penolakan jenazah, adalah bukti dampak informasi yang intens dan ditanggapi dengan salah. Hal lain adalah pemberitaan yang terus menerus akan membuat kejenuhan yang meningkatkan tekanan psikososial yang malah akan memperburuk imunitas seseorang.

Stigma Negatif Menghambat Pengendalian Penyakit

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa stigma dan ketakutan akan menghambat tatalaksana pengendalian penyakit. Banyaknya masyarakat yang membeli APD yang harusnya diperuntukkan bagi tenaga medis yang kemudian mereka pakai saat berbelanja, serta meningkatnya Case Fatality Rate Indonesia melebihi angka  global 3-4% yang mungkin disebabkan kurang cepatnya penemuan kasus yang akibat enggannya masyarakat terlihat sakit karena pemberitaan kematian dan masih banyak ruang-ruang publik yang ramai adalah beberapa bentuk ketidak pedulian dan rendahnya solidaritas masyarakat Indonesia menghadapi pandemi ini. Jika Media berhasil merubahnya maka akan terbangun kepercayaan publik terhadap layanan kesehatan, meningkatkan empati dan solidaritas terhadap mereka yang terdampak, masyarakat lebih memahami mengenai COVID-19 sehingga terhindar dari informasi hoax atau profokatif, dan masyarakat dapat melaksanakan anjuran langkah praktis dan efektif sehingga tiap orang akan menjaga diri sendiri, orang yang dicintai dan sekitanya.

Virus ini dapat kita lawan dengan kebersaman  komunitas, kita adalah bangsa yang terkenal lebih dulu dengan budaya gotong-royong mari kita bangun kondisi kondusif dengan saling menolong dan menyediakan bagi yang membutuhkan, merawat bersama dan menjaga bersama. Kolaborasi antara tenaga kesehatan masyarakat dengan media menjadi penting saat ini, guna menampilkan narasi yang persuasif dan tidak menakut-nakuti, namun praktek hidup sehat tetap bertumpu pada kesadaran masyarakat itu sendiri.

 

Artikel Terkait


1. Waspada Penipuan yang Mengatasnamakan IIK BW dan SMKKBW
2. Yayasan Bhakti Wiyata Berikan Penghargaan kepada Karyawan Teladan
3. Kembangkan Pengobatan Interkontinental di Indonesia, IIK BW dan Organisasi Profesi PPTII Jalin Kerjasama
4. Lawan Covid-19: IIK Bhakti Wiyata sebagai Kampus Kesehatan Siap Hadapi Era New Normal
5. Pahlawan Kesehatan Bangkit Lawan Covid-19: IIK BW Jalankan Perkuliahan dan Pendaftaran Calon Mahasiswa Baru Secara Online
6. Peran Lulusan D4 Teknologi Laboratorium Medis di Tengah Pandemi Covid-19