Sinar UVC Jadi Disinfektan Corona, Tapi Amankah Bila Terpapar Manusia?

Pendaftaran Program Reguler, Jalur Reguler 1 Gelombang 1, D3 D4 S1 IIK Bhakta T.A. 2024 - 2025 Daftar Sekarang

Telah dibuka Program Kelas Karyawan (Kategori RPL, Progsus dan Alih Jenjang) TA 2024-2025Info Selengkapnya

 
 

Sinar UVC Jadi Disinfektan Corona, Tapi Amankah Bila Terpapar Manusia?

27 Jul 2020 16:56 by Rizki Aprilia


Previous Next
 

Sejak terjadi pandemi COVID-19, berbagai produk pencahayaan sinar ultraviolet (UV) berkembang dan menjadi sorotan. Hal ini dilatarbelakangi dengan beredarnya kabar bahwa sinar ultraviolet (UV) dapat membunuh virus corona (COVID-19). Meskipun hal ini belum dipastikan kebenarannya namun sudah ada yang mencobanya. Salah satu universitas Thailand sudah membuat lorong sinar UV yang harus dilewati oleh para mahasiswa. Hal ini digunakan untuk mendisinfeksi tubuh mereka. Lalu, apakah benar sinar UV efektif untuk membunuh virus corona dan adakah dampaknya bagi manusia? Simak penjelasannya berikut ini.

Radiasi ultraviolet merupakan salah satu bentuk radiasi elektromagnetik yang berasal dari matahari. Seperti yang kita ketahui, sinar matahari memproduksi beberapa jenis sinar ultraviolet, diantaranya sinar ultraviolet A (UVA), sinar ultraviolet B (UVB), dan sinar ultraviolet C (UVC).

UVA memiliki panjang gelombang paling kecil sekitar 315-400 nanometers. Meskipun tidak menjadi penyebab secara langsung, paparan UVA dapat menyebabkan munculnya tanda-tanda penuaan pada kulit, seperti kulit kering, muncul keriput dan flek hitam, dan dapat memicu kanker kulit. Sedangkan, panjang gelombang yang dimiliki oleh UVB berkisar antara 280-315 nanometers lebih banyak dibandingkan UVA. UVB dapat merusak sel kulit secara langsung dan menjadi faktor pemicu kulit terbakar. Kedua jenis sinar ultraviolet ini sudah cukup dikenal dan dapat dicegah dengan memakai  sunscreen ber-SPF yang tinggi.

Sementara UVC adalah sinar UV yang paling mengerikan, karena mampu memberikan kerusakan terbesar pada kulit. UVC dapat berpenetrasi ke dalam lapisan kulit paling dalam. Sinar UV ini difilter oleh atmosfer dan tidak dapat mencapai permukaan bumi. Para ilmuwan menemukan bahwa mereka dapat memanfaatkan UVC untuk membunuh mikroorganisme. Sinar ini dinilai sangat baik dalam menghancurkan bahan genetik partikel virus. Sejak penemuan pada tahun 1878, UVC yang diproduksi secara artifisial telah menjadi metode pokok sterilisasi yang digunakan di rumah sakit, pesawat terbang, kantor, dan pabrik. Gelombang yang terkandung dalam sinar tersebut disebut bisa menonaktifkan mikroorganisme dengan cara menghancurkan asam nukleat dan mengganggu DNA mereka, sehingga mikroorganisme tidak bisa melakukan fungsi vitalnya. Memang, belum ada penelitian spesifik yang membuktikan efektivitas sinar UV berjenis UVC dalam membunuh COVID-19. Namun para ahli telah membuktikan kalau sinar UVC efektif menangani jenis virus corona lainnya, yakni Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).

Menurut badan Kesehatan dunia World Health Organization (WHO), belum ada sinar UV, termasuk UVC sekalipun yang bisa membunuh virus corona (COVID-19). Selain itu, lampu sinar UV yang biasanya digunakan sehari-hari, justru menyebabkan kulit teriritasi. Dalam beberapa detik saja, sinar UVC bisa menyebabkan luka bakar pada kulit. Pernahkah Anda merasa silau saat melihat matahari? Ya, sinar UVC bisa menyebabkan mata silau 10 kali lebih parah jika langsung terkena mata. Mengerikan, bukan? Untuk mendapatkannya, Anda memerlukan perlengkapan khusus dan hanya para ahli saja yang memiliki akses pada perlengkapan ini.

Faktanya saat ini sangat mengerikan. UVC banyak ditemukan pada beberapa peralatan yang dibuat oleh manusia, seperti lampu merkuri dan lampu UV untuk membunuh bakteri dan kuman. Padahal sudah cukup jelas bahwa paparan langsung dari UVC dapat menyebabkan beberapa dampak buruk untuk kesehatan tubuh bila tidak digunakan dengan tepat.

UVC Bisa Sebabkan Gangguan pada Kulit dan Mata

Paparan UVC dalam jangka pendek dapat menyebabkan kemerahan dan reaksi peradangan seperti iritasi pada kulit. Dilansir dari Health Physics Society, hindari paparan UVC terhadap mata secara berlebihan. Hal ini bisa menyebabkan rasa tidak nyaman pada mata, walaupun sebenarnya gejalanya bisa mereda.

Paparan sinar UV secara umum dapat mempengaruhi kornea mata. Kondisi ini umumnya dikenal sebagai keratitis ultraviolet. Melansir Cleveland Clinic, ada beberapa gejala yang dialami oleh pengidap keratitis ultraviolet, seperti nyeri pada mata, kemerahan, mata berair, gangguan penglihatan, pembengkakan pada area mata, sensasi mata berpasir, dan mengalami kedutan pada area kelopak mata.
 

Lalu bagaimana penggunaan sinar UVC yang benar?

Sebaiknya gunakan sinar UVC pada ruangan yang kosong atau tidak ada manusia satupun yang berkegiatan didalamnya. Misalnya saat malam hari atau pagi sebelum jam kerja, bisa juga saat jam istirahat siang. Penggunaan sinar UVC setidaknya selama 15-30 menit agar mendapatkan hasil yang maksimal, yakni terbunuhnya mikroorganisme karena apabila sekadar terkena cahayanya saja maka virus dipastikan belum mati. 

Penggunaan peralatan pengaman diri menjadi hal yang penting ketika Anda berada berdekatan dengan sinar UVC. Hal ini dilakukan untuk mengurangi dampak buruk yang terjadi pada kesehatan, seperti menggunakan kacamata, sarung tangan, atau jaket laboratorium. Jika ingin menggunakan UVC pada ruangan, sebaiknya sesuaikan ukuran ruangan dan besar lampu UVC yang digunakan. Terapkan jarak aman dengan lampu UVC dan jangan berada terlalu dekat dengan lampu UVC. Jika tidak, kondisi ini dapat membahayakan pengguna lampu UVC sendiri.

Terakhir, berhati-hatilah dalam membeli UVC di platform jual beli online karena marak barang tiruan dan tidak dapat dijamin kualitas dan keamanannya. Pastikan UVC-nya memang berfungsi untuk membunuh mikroorganisme (germicidal). Belilah pada distributor yang resmi dan cek fungsi lampunya secara berkala untuk memastikan efektivitasnya. Semoga dengan adanya informasi ini, tidak ada penyalahgunaan terhadap sinar UVC yang sedang marak saat ini. Selalu bijak dan berhati-hatilah saat menggunakan alat ini.