Dokter yang Rela Hidup Miskin Demi Pasien

Profesi sebagai seorang dokter memiliki tingkat sosial ekonomi yang cukup baik di kalangan masyarakat. Pekerjaan dokter dipandang sebagai pekerjaan yang bisa memberikan hasil yang lebih dibanding dengan pekerjaan lainnya. Bahkan, sekali memeriksa pasien, seorang dokter bisa mendapatkan puluhan ribu hingga ratusan ribu rupiah. Tingginya pendapatan seorang dokter inilah yang menimbulkan pandangan masyarakat bahwa pekerjaan dokter merupakan bentuk usaha balik modal karena hasil yang didapat sebanding dengan tingginya biaya perkuliahan di Fakultas Kedokteran. Namun masih ada dokter yang rela hidup miskin demi menolong pasien, tanpa mementingkan kemewahan.

1. Dr. Jill Seaman, dari Belanda

Sungai Nil bagian barat adalah salah satu daerah paling terpencil di dunia. Tidak ada jalan, infrastruktur dan yang sangat buruk, tidak ada pasar, tidak ada transportasi, serta tidak ada sistem pendidikan maupun kesehatan. Alhasil, populasi manusia disana tumbuh dengan sangat terisolasi. Wilayah tersebut mengalami wabah penyakit, dan tentu saja nyaris semua penduduknya disana meninggal karena tak mendapatkan bantuan yang layak. Pemerintah sendiri tampaknya tidak tertarik membantu para korban di sana, karena menganggap bahwa masih ada yang lebih penting lagi. Pada tahun 1997, dr, Hill Seamen yang tergabung dalam kelompok Hero of Medicine dikirim oleh MSF (Medicins Sans Frontiers) dari Belanda, nekat pergi menyusuri daerah Sudan. Ia mendirikan operasi medis di Desa Leer yang untuk kemana-mana harus berjalan kaki.

Dr. Seamen, dibantu dengan beberapa rekannya bekerja tanpa lelah selama 7 tahun lamanya. Mereka telah menyelamatkan jiwa 19 ribu pasien, dan secara pribadi merawat 10 ribu penderita penyakit. Dua tahun setelah tim MSF ditarik keluar, Dr Seaman tidak ikut pulang. Ia bersama seorang perawat Belanda bernama Sjoujke de Wit tinggal di sana dengan biaya pribadi untuk membantu masyarakat Sudan yang masih membutuhkan pertolongan medis.

2. Dr. Bwelle, dari Kamerun

Pada 1980an, rumah sakit di Kamerun dipenuhi dengan pasien yang sakit dan kekurangan. Di sana tidak ada perlengkapan medis yang memadai, tidak ada ahli bedah syaraf, tidak ada dokter spesialis yang bisa membantu menyembuhkan penyakit pasien dengan efektif.
Angka pasien dan dokter tidak seimbang. Satu dokter bisa menangani 5 ribu pasien, dan angka tersebut tidak mencukupi jumlah dokter yang ada di sana. Dengan bantuan relawan, Dr. Bwelle memulai penyelamatan di sana. Ia mendirikan sebuah organisasi nirlaba, di mana setiap hari Jumat obat-obatan dan bantuan akan dikirimkan ke desa-desa. Mereka kemudian berkeliling menuju desa-desa terpencil untuk memberikan bantuan medis. Di setiap perjalanan, mereka menerima sekitar 500 orang pasien.

Dr. Bwelle dan relawannya melakukan operasi kecil di malam hari dan umumnya selesai di keesokan paginya. Ia bahkan mengusahakan operasi gratis, menjalankan klinik gratis bagi pasien yang membutuhkan dan semua biayanya ia dapatkan melalui sumbangan pribadi, dan usahanya sendiri, tanpa bantuan dari pemerintah.

3. Dr. Gino Strada, dari Sudan

Dr. Gino Strada, adalah adalah seorang dokter bedah jantung dan paru-paru, seorang spesialis transplantasi yang mengabdikan hidupnya untuk tinggal di beberapa tempat terburuk di dunia seperti Afghanistan, Irak dan Sudan. Selama 19 tahun, ia telah merawat lebih dari 5 juta orang dan secara pribadi melakukan 30 ribu operasi. Dr. Strada membangun RS Salam Centre di tengah gurun dan bernegosiasi dengan Taliban, bahkan meyakinkan Taliban bahwa rumah sakit tersebut akan memberikan pelayanan baik bagi mereka. Di Afghanistan saja ia menjalankan 4 rumah sakit dan 34 klinik yang membantu korban peperangan. Semua dilakukannya secara mandiri, tanpa bantuan NATO.