Apa Itu Kepribadian Ganda? Kenali Gejala dan Penanganannya!

Apa Itu Kepribadian Ganda? Kenali Gejala dan Penanganannya!

Kepribadian ganda atau dikenal dengan gangguan identitas disosiatif atau Dissociative Identity Disorder (DID), merupakan kondisi mental yang kompleks dan kontroversial. Gangguan ini ditandai dengan adanya dua atau lebih identitas atau kepribadian yang berbeda dalam satu individu, di mana setiap identitas memiliki cara berpikir, memori, dan perilaku yang berbeda.

Di Indonesia, terdapat cukup banyak kasus kepribadian ganda. Salah satunya bernama Anastasia Wella. Seperti yang dilansir di tribunnews.com, Wella mengaku memiliki 9 karakter kepribadian yang berbeda. Menurutnya, perubahan karakter terjadi saat dia sedang menghadapi masalah atau tekanan. Apabila Wella sudah mulai panik, migran, dan muncul rasa cemas, tandanya gangguan kepribadian itu muncul. Satu karakter dengan karakter lainnya memiliki perbedaan signifikan. Dia benar-benar tidak ingat saat menjadi karakter orang lain. Bahkan dia bisa menjadi karakter laki-laki saat gangguan psikologis itu muncul.

Sembilan karakternya antara lain Wella (pribadi asli), Naura (karakter temperamen), Paula (seseorang yang ahli berhitung), Saraswati (model dan penari), Atin (sosok anak kecil), dan Andreas (sosok pria yang suka melakukan kekerasan). Selain itu, ada juga Ravelin (sosok anak millennials), Ayu (seseorang yang pandai menulis sastra), dan Bilqis (karakter yang pintar mengaji).

Apa Itu Kepribadian Ganda? Kenali Gejala dan Penanganannya!

Asal Mula Gangguan Kepribadian Ganda Muncul

Pada 1664, muncul peristiwa amnesia menyerupai gejala kepribadian ganda. Selanjutnya, pada 1799, kasus Eberhardt Gmelin menjadi kasus kepribadian ganda pertama yang tercatat dalam sejarah medis. Gmelin adalah pria kelahiran Jerman pada 1791. Dia mulai mengalami gangguan psikologis pada 1799. Tiba-tiba dia mengalami perubahan kepribadian aneh, menjadi agresif yang tak terkendali. 

Dia pun akhirnya menjalani berbagai macam pemeriksan medis, namun tidak ada yang mampu menjelaskan gejalanya. Sampai dia dibawa ke seorang psikiater bernama Johann Caspar Lavater. Dari Lavater, Gmelin didiagnosis demensia phantastica atau yang sekarang dikenal sebagai gangguan kepribadian ganda.

Selanjutnya pada 1812, Benjamin Rush, yang dijuluki sebagai Bapak Psikiatri Amerika, mengoleksi kasus-kasus gangguan kepribadian ganda dalam buku berjudul Medical Inquiries and Observations Upon Diseases of the Mind (Pertanyaan Medis dan Pengamatan dari Penyakit Kejiwaan). Buku tersebut mengatakan bahwa gangguan kepribadian ganda disebabkan oleh kerusakan pada 2 hemisfer otak. Penelitian terus dilakukan, sehingga pada 1987, istilah gangguan kepribadian majemuk atau Multiple Personality Disorder (MPD) mulai dikenal. 

Baca Juga

Bagaimana Gejalanya?

Septia Purwandani, S.Psi.M.Psi,Psikolog, menjelaskan bahwa gejala pasien kepribadian ganda dapat berbeda-beda, baik dirasakan secara sadar maupun tidak sadar. Kepribadian ganda ini dapat mengambil alih kesadaran individu secara bergantian karakternya. “Kepribadian asli individu disebut dengan kepribadian inti, sementara kepribadian lain yang dimiliki disebut kepribadian alternatif,” terang Dosen S1 Psikologi IIK Bhakta, tersebut. 

Kepribadian alternatif yang dimiliki pasien dapat memiliki nama, aksen bicara, budaya, ingatan usia yang berbeda dengan kepribadian inti. Seperti yang dialami oleh Wella dengan 9 kepribadian. Saat menjadi kepribadian alternatif, penderita tidak akan menyadari apa yang telah dilakukan maupun dipikirkan. Bahkan mereka tidak mampu mengingat apa yang telah terjadi. “Beberapa gejala mungkin akan muncul dan hilang secara fluktuatif,” jelas Nurul Hidayah, MSi, CH, CHt. Namun, gangguannya akan terus ada tergantung dari pengobatan atau terapi yang dilakukan.

Bagaimana Pengobatannya?

Gangguan kepribadian ini dapat diobati dengan terapi oleh psikoterapi dan hipnosis. Terapis berupaya mengungkap dan menemukan semua kepribadian yang terdapat dalam diri penderita dengan proses hipnosis. 

Septia menjelaskan bahwa saat pasien terhipnotis, individu akan masuk ke dalam kondisi ambang. Terapis dapat memanggil atau bertemu dengan kepribadian-kepribadian lainnya. Selanjutnya, mereka berusaha memahami peran dan fungsi masing-masing kepribadian. 

“Terapis akan berusaha membangun hubungan baik dan efektif dengan setiap kepribadian dan berusaha menjadi sosok yang dapat dipercaya dan memberikan perlindungan,” kata Septia. Dengan mengetahui, memahami, dan memiliki hubungan baik dengan setiap kepribadian, proses selanjutnya adalah membuat kepribadian asli untuk dapat menerima dan membuka diri kepada kepribadian lainnya. 

Rizky Aulia Fitriana, M.Psi,Psikolog, menjelaskan bahwa proses ini tidak berjalan mudah sebab setelah menyatukan kepribadian itu, pasien akan merasakan kembali hal-hal yang dialami kepribadian lain, seperti pengalaman disakiti, dilecehkan, bahkan percobaan bunuh diri. “Beberapa kasus membutuhkan obat-obatan medis seperti antidepresan dan antipsikotik untuk mengendalikan pikiran dan perasaan individu agar tetap berada pada kondisi normal,” kata Dosen S1 Psikologi IIK Bhakta, ini.

Apa Penyebab Kepribadian Ganda?

Indira Mustika Tandiono, S.Psi., M.Psi., menerangkan bahwa Teori Psikodinamik yang dikemukakan oleh Sigmund Freud, menyebutkan bahwa dalam kepribadian manusia memiliki tiga sistem yang berinteraksi, antara lain Id, Ego, dan Superego. Id merupakan pusat dari semua dorongan primitive dan impuls. Ego adalah pengendalian diri yang disadari oleh individu, selanjutnya superego merupakan ekspresi individu yang sesuai dengan etika sosial. Menurut Freud, faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian manusia, antara lain.

  • Faktor historis masa lampau
  • Faktor kontemporer
  • Faktor bawaan
  • Faktor lingkungan

Ketidaksadaran menjadi bagian terbesar yang mempengaruhi perilaku manusia, Freud menganalogikan dengan fenomena gunung es di lautan. Bagian atas tampak di permukaan mewakili lapisan sadar, sedangkan bagian terbesar justru berada di bawah laut, yang mewakili ketidaksadaran.

Salah satu penyebab kepribadian ganda adalah peristiwa trauma pada usia anak-anak. Adanya represi emosional yang terus-menerus sehingga mengakibatkan tindakan destruktif, konflik Oedipus, dan kecemasan yang sangat tinggi. “Kepribadian-kepribadian baru akan terus muncul apabila terjadi lagi suatu peristiwa yang tidak bisa teratasi. Munculnya kepribadian-kepribadian itu tergantung pada situasi yang dihadapi. Kepribadian aslinya cenderung tidak mengetahui keberadaan kepribadian lainnya, karena memang hal itu yang diinginkan, yaitu melupakan hal-hal yang telah diambil alih oleh kepribadian lainnya,” terang Nurul.

Ingin belajar tentang kepribadian ganda lebih mendalam? Ayo kuliah S1 Psikologi di IIK Bhakta saja! Daftar sekarang juga!

Punya Pertanyaan? Admin kami siap membantu.

Link: